Belakangan, karena berbagai langkah penemuan mengenai perkembangan bayi pada tahap awal perkembangan hingga pada masa pertumbuhan dianjurkanlah berbagai tips stimulansia bagi kecerdasan anak. Salah satu yang sering digembar-gemborkan adalah penggunaan musik-musik klasik untuk merangsang sel-sel neuron pada janin. Alasannya, karena musik klasik dapat membuat perasaan bayi tersentuh sehingga akan mempengaruhi prilaku bayi dikemudian hari.
Lalu bagaimana jika ternyata perilaku bayi tersebut setelah besar menjadi seorang yang tidak beradab? Kenapa demikian? Karena otaknya telah teracuni oleh gelombang suara dari Magic Flute orchestra Mozart. Mungkin ketika anda membaca pernyataan ini, seketika anda akan mengerutkan dahi dengan sedikit pertanyaan atau mosi tidak percaya yang besar, namun pengaruh satanik pada karya Mozart tidak dapat ditutup-tutupi lagi.
Menurut psikolog perkembangan Harold I Kaplan, Benjamin J Sadock, dan Jack A Grebb, menstimulasi otak bayi bisa dilakukan sejak usia 18-20 minggu kehamilan. Oleh sebab itu, bayi yang belum lahir sekalipun mulai bereaksi terhadap rangsangan dari luar. Sementara berdasarkan teori psikogenesis, otak bayi melesat pada usia trimester kedua. Maka, bayi bisa mengingat situasi yang dialami oleh sang ibu. Contohnya, ibu kandung melakukan hal yang kurang baik saat hamil seperti berkata kasar. Maka, meski kelak si bayi tidak dirawat oleh ibu kandungnya dikarenakan sang ibu meninggal dia tetap bisa berkata kasar karena mengingat apa yang dilakukan ibunya selama mengandungnya.
Lingkungan tempat di mana bayi dibesarkan sangat mempengaruhi perkembangan otaknya. Pada tahun pertama dalam kehidupan bayi , sistem otak mulai terbentuk dengan cepat. Aktivitas otak sudah mulai membentuk hubungan elektrik yang sangat kecil dan sering disebut sinapses dan beberapa rangsangan dapat menstimulasi sinapses ini. Hingga periode ini perlakuan memperdengarkan musik klasik dianjurkan, tak terkecuali dengan poera karya Mozart.
Mungkin, pada saat bayi tumbuh menjadi balita ia adalah makhluk yang lucu dan menggemaskan. Segala kelakuan nakalnya dapat dimaklumi, namun bagaimana jika kelakuan nakal itu menjadi bom waktu yang siap menjadi Hitler baru, Stalin baru dengan budaya radikalismenya ketika bayi telah menjadi makhluk dewasa? Karena memori atheisme atau komunisme telah tertanam layaknya sebuah chip yang ditanamkan pada otak bayi yang menjadi memori dasar seperti sebuah motherboard pada komputer.
Sudikah anda jika anak anda menjadi pemuja setan atau berkelakuan sekejam Hitler? Jika anda tidak ingin demikian, maka jauhkan telinga janin anda dari toksifikasi (peracunan) musik klasik semacam Magic Flute.
Masonry telah menjadi salah satu fenomena paling menarik pada dua abad terakhir. Dengan mudah, Masonry menarik peminat karena karakternya yang tertutup, eksklusif, dan mistis. Berbagai indikasi Masonry telah terkorelasi dengan berbagai aktifitas, mulai dari pergerakan renassaince, propaganda Nazisme, ideologi komunisme ala Karl Marx yang pernah menggoyang Indonesia dengan pemberontakan 30 Septembernya hingga sentuhan musik para musisi, tak terkecuali Mozart.
Suling Ajaib (Magic Flute/ Die Zauberflote) adalah sebuah opera dari sekian banyak karya komposer terkenal, Wolfgang Amadeus Mozart. Mozart adalah seorang anggota Freemason sejak tahun 1784. Merupakan sebuah fakta yang diakui bahwa banyak bagian dari operanya mengandung pesan-pesan Masonik. Yang menarik, pesan-pesan Masonik ini sangat erat berhubungan dengan budaya masonik pada jaman Mesir Kuno.
Suling ajaib dipengaruhi oleh filosofi illuminati. Kepercayaan illuminati beranggapan bahwa pendidikan umat manusia harus terus berkembang dari kekacauan doktrin agama yang bersifat takhayul. Gerakan mason sebagai illumination (pencerah) harus merubahnya dengan pencerahan yang rasionalistik melalui percobaan dan kesalahan (Try and error). Hasil akhir gerakan ini adalah membuat “Bumi sebagai suatu kerajaan surgawi, dan manusia sebagai dewanya.” Dalam artian mudah paham masonik menilai agama adalah omong kosong dan manusia adalah Tuhan yang sesungguhnya. Pesan ini secara implisit telah digambarkan juga dalam lagu John Lennon yang sering terdengar sebagai theme song bencana, yaitu lagu “Imagine.”
Freemason menggunakan musik dalam upacara mereka dan mengadopsi pandangan humanis Rosseau tentang arti musik. LF Lenz menyebutkan dalam edisi kontemporer lagu Masonik “Tujuan musik dalam upacara-upacara Masonik adalah menyebarkan pikiran-pikiran yang baik dan kesatuan di antara anggota masonry sehingga mereka mungkin bersatu dalam gagasan tak bersalah dan suka cita.” Musik harus “menanamkan rasa kemanusiaan, kebijaksanaan dan kesabaran, kebajikan dan kejujuran, loyalitas kepada teman, dan akhirnya pemahaman tentang kebebasan.” Pada kenyataannya hal ini adalah cikal-bakal komunisme dan atheisme yang justru telah menimbulkan petaka dalam sejarahnya. Lalu bagaimana mungkin komposisi musik dengan awal tiga ketukan ini kita suguhkan pada bayi-bayi kita yang masih bersih dan belum terkontaminasi radikalisme ideologi komunis?
Lalu bagaimana jika manusia diperdengarkan gelombang suara untuk memuja setan atau menanamkan paham atheisme seperti opera milik Mozart pada bayi anda? Sedangkan rasa takut dan memikirkan kejadian menakutkan saja telah membuat sel-sel dalam darah bergerak tidak beraturan dengan sangat cepat.
2 komentar:
Wah, hebat nih, terobosan baru, kembangkan! Allahuakbar!!
Artikel bagus
Posting Komentar