Assassin, sebuah kata yang mungkin tak asing lagi bagi kita. Para gamer tentunya tahu akan karakter dan kisahnya. Selain itu, kata-kata assassin sudah sering terdengar di media internet, televisi, ataupun majalah. Assassin adalah salah satu legenda yang kurang tercium masyarakat dunia di tengah berkecamuknya Perang
Salib.
Salib.
Saya menemukan beberapa literatur tentang ‘ninja’ timur tengah ini dari buku yang membahas Perang Salib, beberapa webpage, dan juga game Assassin’s Creed. Dari buku dan internet tentunya saya dapatkan informasi mengenai fakta dan berbagai asumsi tentang Assassin. Sedangkan dari game, saya mendapatkan literatur imajinasi visual yang kurang lebih dapat dipercaya, karena game ini didesain dan dikembangkan oleh tim multikultural dan agama. Ada beberapa benang merah antara literatur yang saya temukan dan alur dalam game ini.
Assassin sebenarnya adalah lafaz dan istilah dari barat yang bersumber dari kata Hasyasyin. Hasyasyin adalah kelompok pembunuh rahasia yang terkoordinir dan terlatih dengan baik. Sebelum terjadinya Perang Salib, Hasyasyin dibentuk oleh Hassan Ibn Shabah yang tersingkir dalam suksesi di Mesir pada tahun 1090. Kemudian ia menggalang kekuatan Syi’ah di Syiria untuk membunuh para tokoh dan pimpinan Muslim Sunni (Ahlus Sunah wal Jamaah). Syi’ah sendiri adalah paham yang telah melenceng dari ajaran yang dibawa Rasulullah Muhammad SAW. Hassan juga membuat benteng Masyaf yang kuat di Alamut, sebelah selatan laut Kaspia dan utara Iran. Posisi benteng yang strategis ini mempermudah para hasyasyin melakukan penyusupan dan aksi pembunuhan mereka.
Ketika kita memainkan peran sebagai seorang Assassin di game Assassin’s Creed, kita akan benar-benar mendapatkan pengalaman visual tentang latar waktu itu. Game itu berlatar tahun 1191 dengan seting berkutat di benteng Masyaf, dan tiga kota pada masa itu, yaitu Damascus, Jerussalem, dan Acre. Latarnya waktunya adalah ketika Pasukan Salib III pimpinan Richard The Lion Heart mengarah ke Jaffa, untuk selanjutnya bermaksud merebut Jerussalem dari kekuasaan Muslim.
Yang menarik adalah tentang latar tiga kota sekaligus benteng yang divisualisasikan dalam game ini, yaitu Damascus, Jerussalem, dan Acre.
Damascus adalah sebuah kota yang dibebaskan pasukan Muslim pimpinan Khalid ibn Walid dari kekaisaran Romawi Timur, Byzantium. Kota ini digambarkan sebagai kota yang indah, dan merupakan pusat kekuatan Muslim.
Jerussalem adalah kota suci yang menjadi sengketa dari dulu sampai sekarang. Di tanah ini terdapat Solomon’s temple, the Dome of the Rock, the al-Aqsa Mosque, and the Church of the Holy Sepulchre. Awalnya kota ini diserahkan secara damai kepada Khalifah Umar ibn Khaththab pada tahun 637 M atau 16 H. Selama 8 abad, Muslim, Nasrani, dan Yahudi hidup dengan damai berdampingan di bawah kekhalifahan. Sampai akhirnya, Jerussalem dapat ditaklukkan oleh gelombang Pasukan Salib (Crusaders). Para prajurit haus darah ini membantai 70.000 Muslim di yang berlindung Masjidil Aqsha. Bahkan para semua Yahudi dan Nasrani yang membantu mempertahankan kota juga menjadi korban pembantaian. Sampai-sampai seorang sejarawan barat mengungkapkan, “…pembantaian terbesar yang membuat kami melewati genangan darah hingga mata kaki…”. Kurang dari satu abad kemudian, Jerussalem kembali ke pangkuan pasukan muslim setelah kemenangan gilang gemilang 12.000 tentara Allah pimpinan Shalahuddin Al-Ayyubi menghempaskan 50.000 Pasukan Salib di lembah Hittin. Richard The Lion Heart, pada tahun 1191 tersebut bermaksud merebut kembali Jerussalem dari kaum Muslimin. Kembali ke latar Assassin’s Creed, kota Jerussalem yang pada tahun itu telah ada di bawah pemerintahan Muslim itu, divisualisasikan sebagai kota di mana Muslim, Nasrani, dan Yahudi dapat hidup berdampingan. Di sana berdiri kokoh masjid-masjid, gereja-gereja, dan kuil-kuil Yahudi.
Dan Acre, sebuah kota yang digambarkan cukup suram. Hal ini mungkin dikarenakan tragedi Acre pada Juli 1191 yang berhasil ditaklukkan oleh tentara Salib. Hanya karena keterlambatan pembayaran uang tebusan sebesar 200.000 keping emas oleh Shalahuddin, Richard membantai 3.000 muslimin Acre yang kebanyakan wanita dan anak-anak.
Secara garis besar saya terkesan pada visualisasi yang mendekati real oleh para desainer game ini. Hanya saja, saya tidak sepakat pemandangan akan pengememis dan orang gila yang ada di berbagai sudut kota, serta beberapa tentara yang mengganggu warga sipil. Terkesan memaksakan dengan men-genaralisasi-kan keadaan yang ada pada setiap kota. Maklum, ketika kota-kota dalam game itu dibuat sebagai kota yang aman tentram, tentunya akan sedikit sekali aksi pertarungan yang membuat game ini akan terasa menjenuhkan.
Hasyasyin juga turut memainkan perannya di sini. Dalam memainkan peran sebagai Assassin, kita akan berkeliling menjelahi ketiga kota tersebut, mencari informasi tentang keadaan pasukan Shalahuddin dan Richard. Tentu, hasyasyin memainkan perannya sebagai pembunuh rahasia, melenyapkan tokoh-tokoh yang dianggap berpengaruh dan mengganggu pada masa itu.
Dalam sejarah, dua pasukan besar itu bertemu dan berperang di Arsuf pada September 1191. Dan akhirnya, pada Sepetember 1192 tercapai kesepakatan damai antara Shalahuddin dan Richard, yaitu Jerussalem tetap dipegang umat Islam, dan umat Kristen diperbolehkan berziarah dengan damai.
Korban-korban yang berjatuhan akibat aksi pembunuhan rahasia Hasyasyin yaitu Nizamul Mulk (1092), Wazir al-Afdal (1122), Ibnu Kashab (1124), al-Bursuqi (1126), Raymond II of Tripoli (1152). Pada 1191, tokoh-tokoh nyata perang Salib yang dibunuh dalam Assassin’s Creed adalah Garnier de Naplouse (hospitaller), William de Montferrat, Sibrand (pimpinan ksatria Teuton), dan Robert de Sable (pemimpin ksatria Templar). Tak berhenti sampai di situ, Conrad de Montferrat pada 1192 terbunuh di tangan Hasyasyin. Kuat dugaan bahwa Richard ada di balik pembunuhan itu. Shalahuddin al-Ayyubi juga menjadi target, dan beberapa kali hampir terbunuh. Terakhir, pangeran Edward dan Raja Edward dari Inggris yang menjadi korban dengan racun pada 1271.
Kelompok pembunuh rahasia ini pun melemah setelah bentengnya di Alamut dihancurkan kekaisaran Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada15 Desember 1256. Rekaman sejarah hasyasyin juga lenyap karena bangsa mongol yang tidak berminat pada ilmu pengetahuan tersebut menghancurkan perpustakaan hasyasyin. Pada 1273, cabang-cabang Hasyasyin di Syiria diberangus oleh Sultan Mamluk Baibar. Legenda Hasyasyin pun runtuh dengan sedikit sekali menyisakan serpihan sejarah.
Wallahu’alam bishshowab...
0 komentar:
Posting Komentar